Insight Articles — Jan 10, 2023

"Kamu udah Makan Belum?"

5 mins read

Share this article

Pertanyaan ini sering muncul saat ada orang lagi ngobrol dengan pasangannya, ngobrol dengan orang yang belum lama dikenal, orang tua yang mau mengekspresikan perhatian ke anaknya, atau gebetan lagi PDKT.

 

Karena penasaran kenapa jutaan orang di seluruh dunia sering menanyakan pertanyaan yang sama saat mengobrol, kami mencari tahu melalui artikel, penelitian ilmiah, dan obrolan dengan beberapa orang. Hasilnya, kemungkinan penyebabnya ada tiga.

 

Jadi Bentuk Kepedulian

Menanyakan “udah makan belum?” sebenarnya bisa jadi tanda lawan bicara peduli sama kita. Karena kalau belum akrab, biasanya nggak begitu peduli apakah kita sudah makan atau belum[1].
 

"Benaran care, takut sakit. Gue ada GERD soalnya." -D****

 

“Kalau lagi ngobrol sama orang yang spesial sampai lewat jam makan malam, bakal beneran nanya karena peduli.” -S****
 

“Makanan penting banget. Kalau deket sama orang dan dia bilang lagi sibuk sampai gak sempat makan, bakal gue delivery makanan.” -C******

 

“Kalau deket dan tau dia habis ini masih ada kegiatan, beneran takut dia sakit.” -G***

 

Pertanyaan ini memang sering jadi love language untuk menunjukkan perhatian dan rasa cinta[1][5]. Edward T. Hall membagi budaya pola komunikasi menjadi high context dan low context. Singkatnya, budaya high context ditandai dengan pola komunikasi yang nggak langsung, cenderung muter-muter dalam menyampaikan sesuatu, dan sulit terus terang saat menjelaskan perasaan sesungguhnya. Budaya low context adalah kebalikannya dengan pola komunikasi yang bisa lebih eksplisit dalam menyampaikan apa yang dimaksud. Istilahnya, they say what they mean and they mean what they say[2][3][4].

 

Menunjukkan kepedulian dengan menanyakan “udah makan belum?” sering ada di daerah dengan budaya high context seperti Asia, termasuk Indonesia[5]. Di balik pertanyaan tersebut, ada makna tersembunyi seperti “jangan sampai sakit ya”, “jangan telat makan”, “mau makan bareng?” atau “mau aku belikan makanan?”
 

Untuk Menyapa atau Memulai Obrolan

Pertanyaan ini juga bisa jadi bridging sebelum ceritain keseharian kita supaya ngobrolnya lebih lama. Orang yang memulai obrolan dengan pertanyaan ini berharap obrolannya bisa berlanjut jadi cerita makan dengan siapa, bersama siapa, dan makan apa. Ujung-ujungnya, bisa bahas macam-macam topik, seperti rekomendasi restoran yang enak, menu makanan favorit, dan teman dekat yang selalu kita ajak makan. Makanya, orang-orang yang sedang PDKT sering tanya begini supaya bisa ngobrol lebih lama[1].

 

“Kalau gak deket ya untuk bahan obrolan aja.” -G***

 

Di banyak negara, pertanyaan ini juga dipakai untuk menyapa seseorang. Lagi-lagi, ini karena budaya high context di daerah tersebut.
 

Contohnya, orang-orang Cina yang saling kenal kadang menyapa dengan "Chi le ma?" atau "Chi fan le ma?" yang berarti “kamu sudah makan?” Kalau nggak terbiasa dengan budaya ini, mungkin kamu bakal salah paham mengira ini adalah ajakan makan. Ada beberapa teori kenapa orang Cina membuka obrolan dengan cara begini. Salah satunya berasal dari budaya tradisional Cina yang menghubungkan makanan dengan emosi manusia, jadi makanan sangat dihargai. Di Cina, ada pepatah lama yang berbunyi "Min yi shi wei tian" dan artinya "orang awam menganggap makanan sebagai surga"[6].


Selain Cina, budaya ini juga ada di Korea. Di bahasa Korea, cara lain untuk cari tahu kabar seseorang adalah dengan nanya “Bap meogeosseoyo?” yang berarti “kamu sudah makan?”[7]. Ada teori yang bilang sapaan ini muncul di Korea dari peristiwa kekurangan makanan setelah perang sekitar tahun 60 dan 70-an. Dulu, orang nggak selalu punya cukup makanan, jadi pertanyaan “sudah makan?” adalah cara yang baik untuk tahu kabar seseorang[8].

 

Cara menanyakan kabar seperti ini juga ada di budaya Palestina, Meksiko, Cambodia, dan Singapura[9][10]. Semua negara dengan budaya ini punya satu kesamaan, yaitu sama-sama menganggap makanan sangat penting. Jadi, gak heran kalau makanan adalah salah satu topik yang saking seringnya dibahas sampai jadi topik obrolan. Dengan menjawab “iya, aku sudah makan”, kamu mengindikasikan kondisimu baik. Sedangkan, kalau menjawab belum makan, berarti kondisimu buruk sampai kamu bisa lupa makan[6][7][8][9][10].

 

Untuk Basa-Basi Saja

Kebiasaan memulai obrolan dengan menanyakan “udah makan?” ini akhirnya terbawa untuk sekedar basa-basi saat nggak tau harus membahas apa. Saat orang Indonesia membuka obrolan, budaya high context bikin banyak orang ragu untuk langsung masuk ke inti masalah. Katanya sih, ngomong to the point memunculkan kesan nggak sopan dalam pandangan masyarakat high contextMakanya, basa-basi nanya “udah makan?” maksudnya bukan beneran kepo kamu udah makan atau belum. Pertanyaan ini cuma alat pencair suasana supaya nggak canggung[12]. Saat orang Korea menyapamu dengan bertanya “udah makan?”, mereka juga cuma ingin menyapa aja, nggak benar-benar ingin tahu kamu sudah makan atau belum[7].
 

Untuk orang-orang dengan budaya low context, apapun niatmu sebenarnya, pertanyaan model begini dianggap basa-basi yang mengesalkan karena terkesan nggak tulus dan membuang waktu. Istilahnya, kalau peduli ya langsung tanya kabar aja, kalau nyuruh makan ya langsung kirim makanan aja.
 

Karena perbedaan budaya pola komunikasi, banyak pro dan kontra terhadap pertanyaan ini. Untuk kamu yang gak suka ditanya begini, jangan marah ya. Niat mereka nggak jelek kok. Sedangkan untuk kamu yang suka nanya pertanyaan ini, coba cari cara lain untuk mengekspresikan niatmu supaya nggak terlalu sering nanya pertanyaan yang sama.
 

Jangan lupa share jika merasa artikel ini menarik atau bermanfaat ya!


 

Reference:

[1] Couples Pop

[2] Hall, E. T. (1973). The silent language. Anchor.

[3] Hall, E. T. (1976). Beyond culture. Anchor.

[4] Satgas Binmas Noken Polri 

[5] Kompasiana 

[6] Tutor ABC Chinese

[7] 90 Day Korean 

[8] The Soul of Seoul 

[9] Bon Appetit 

[10] Kiva 

[11] Yahoo! Life 

[12] Dictio

Share this article